MANUSIA SEBAGAI ANIMAL EDUCANDUM
Animal Educandum
Siapa yang di maksut dari Animal
Educandum?
Mari kita ulas pengertian Animal
Educandum yang sebenarnya.
Julukan ini diungkapkan oleh
Lengeveld yang menyatakan bahwa manusia adalah “animal educandum” yaitu manusia merupakan makhluk yang dapat
dididik dan mendidik. Awal mulanya, terdapat perdebatan tentang apa sebenarnya
manusia itu. Dan banyak dari filsuf mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk
yang rasional, sebagai homo economicus,
dan lain sebagainya. Bahkan kita sudah mengenal lebih dekat dengan ungkapan Nietze
bahwa manusia sebagai makhluk yang belum
selesei. Artinya manusia dalam mengarungi kehidupannya, ia mengemban tugas
untuk menyeleseikan diri dan meningkatkan kualitas diri. Namun ungkapan tersebut
mendatangkan banyak pertanyaan, salah satunya adalah bagaimana caranya manusia “menyeleseikan”
diri itu.
Akhirnya muncul lah pendapat Lengeveld yang lebih mendekat kepada sasarannya. Ia memberi rumusan manusia sebagai “Animal Educandum”. Ketika Nietze
menjelaskan tentang manusia yang perlu menyeleseikan dan meningkatkan dirinya,
Lengeveld menyempurkan rumusan Nietze dengan memberi tanggapan bahwa manusia
perlu dididik. Melalui pendidikan manusia dapat melaksanakan kehidupannya
sebagai manusia. Secara implisit, julukan dari Lengeveld ini menyatakan bahwa
manusia adalah “hewan” yang dididik. Sebelumnya kita akan menganalisis
bagaimana kehidupan manusia dan hewan.
Hewan pada umumnya memiliki
kebiasaan yang sama dengan manusia, bahkan manusia dianggap sebagai hewan
mamalia yang menyusui. Kebiasaan yang sama tersebut bukan berarti secara
keseluruhan manusia sama seperti hewan. Hamster yang kita kenal sebagai hewan
yang lucu, ia dapat memakan anaknya sendiri. Induk hamster yang telah berhasil
melahirkan akan dengan segara memakan anak-anaknya, itulah sebabnya anak
hamster akan sedikit yang dapat bertahan hidup. Contoh yang lain adalah
kalajengking. Setelah melahirkan, induk kalajengking menyuruh anak-anaknya naik
ke punggungnya. Jika diantara anak-anak
itu ada yang terjatuh maka induk kalajengking akan terus memakannya sampai
tidak ada yang terjatuh lagi. Manusia tentu tidak akan memakan lahap anaknya
sendiri secara hidup-hidup.
Induk kucing dikenal sebagai
hewan yang menyayangi anaknya, ia menyusui anaknya selagi anaknya masih lemah. Ketika
anaknya mulai dewasa, induk kucing akan meninggalkan anaknya sendiri dan
membiarkannya hidup mandiri. Berbeda dengan manusia, mungkin sedikit kesamaan. Pada
hakikatnya manusia merupakan makhluk yang individualis. Menurut Lengeveld
(1980), setiap anak memiliki dorongan sangat kuat untuk mandiri, walaupun pada
diri anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan orang lain yang
dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan. Kemandirian
antara hewan dan manusia jelas berbeda. Hewan bisa saja hidup sendiri dan
mencari makan sendiri namun manusia tidak bisa. Untuk menjadi mandiri, manusia memerlukan
orang lain untuk membmbingnya.itulah mengapa manusia perlu pendidikan.
Kita pernah melihat bahwa ada
beberapa hewan yang dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan seperti
manusia. Contohnya adalah lumba-lumba, ia dilatih agar cerdik dalam menghitung.
Begitu pula dengan hewan lainnya. Namun pendidikan bukan untuk mengembangkan
keterampilan seperti yang dilakukan oleh hewan. Pendidikan pada manusia untuk
mengembangkan nilai-nilai dalam dirinya. Nilai-nilai rohani, nilai social, dan
nilai-nilai lainnya yang harus ada dalam manusia.
Hewan juga tidak berbahasa, ia
hanya dapat dikomunikasikan dengan symbol-simbol. Seperti lumba-lumba tadi, ia
mungkin saja dapat dilatih dengan symbol-simbol sehingga si lumba-lumba dapat
menjawab dengan benar. Selama pertujukan, kita tidak tahu apakah lumba-lumba
tersebut menghasilkan gerakan dari hasil proses berfikir atau tidak. Hewan dapat
mengenal symbol atau tanda yang diberikan oleh pawang dengan latihan secara
rutin, namun ia belum tentu dapat memahami makna symbol dan tanda tersebut
sebenarnya. Maka dari itu, tidak dapat dikatakan hewan dapat dididik.
Manusia mungkin memang memiliki
kesamaan dari segi fisik dan kebiasaan dengan hewan, namun manusia memiliki
hakikat-hakikat yang dimana ia dapat dididik sehingga menjadi manusia yang ideal sebagaimana mestinya.Dengan cara pendidikanlah manusia dapat menemukan tujuan hidupnya. Maka dari itu manusia disebut “Animal Educandum”